Esaunggul.ac.id, Program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) kembali digelar oleh Tim Dosen Universitas Esa Unggul, kali ini tim dosen yang terdiri dari Khusnul Fatonah, M.Pd. (Prodi PGSD), Tri Wahyudi, M.Sn. (Prodi DKV), Alfian, M.Pd. (Prodi PBI), serta  dibantu oleh beberapa mahasiswa menggelar Program PKM di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani Jakarta. Kegiatan ini  sendiri digelar melalui daring dan dilaksanakan selama dua tahap yakni 28 Juli 2020, pukul 10.00—12.00 WIB dan 4 Agustus 2020, pukul 13.00—15.00 WIB..

Ketua tim penyelenggara Program Pengabdian masyarakat, Khusnul Fatonah, M.Pd mengatakan dipilihnya BRSAMPK  Handayani Jakarta, dikarena tempat tersebut merupakan salah satu dari delapan balai rehabilitasi sosial AMPK yang berada di bawah naungan Kementerian Sosial.  Dan para penghuni Balai Rehabilitasi ini pun merupakan anak-anak  anak yang membutuhkan bantuan secara psikologis. Beberapa dari mereka adalah anak-anak yang juga berhadapan dengan hukum (ABH), tetapi masih di bawah umur.

“ Kami melihat para pekerja sosial di Balai Rehabilitasi ini telah bekerja sekuat tenaga untuk memberikan perlindungan kepada para anak-anak,  namun kami melihat di tempat Rehabilitasinya ini pun dihadapkan dengan sejumlah masalah dan kendala dalam pelaksanaanya ,” terangnya.

Selain karena keterbatasan para pekerja sosial, lanjut Khusnul karakteristik dari para penghuni rehabilitasi yakni anak-anak   berbeda-beda sehingga penanganannya harus berbeda. Oleh karena itulah, metode atau bentuk-bentuk kegiatan baru yang menyenangkan perlu diberikan kepada para AMPK.

“Kami dari Tim Dosen Universitas Esa Unggul berinisiatif menggunakan metode Art Therapy sebagai sebuah teknik terapi dengan menggunakan media seni, proses kreatif, dan hasil dari seni untuk mengeksplorasi perasaan, konflik emosi, meningkatkan kesadaran diri, mengontrol perilaku dan adiksi, mengembangkan kemampuan sosial, meningkatkan orientasi realitas, mengurangi kecemasan dan meningkatkan penghargaan diri,” ujarnya.

Dua Tahap Pelaksanaan

Pada penyelenggaraan kegiatan ini, sejumlah  antusiasme terlihat dari para peserta untuk mengikuti kegiatan ini dari awal sampai akhir. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama berkaitan dengan seni drama dan tahap kedua berkaitan dengan seni mural yang merupakan kunci dari kegiatan Art Therapy.

Acara dimulai dengan membahas mencakup konsep art therapy secara umum dan konsep Systemic Functional Linguistics (SFL) sebagai awal  dalam menganalisis kebutuhan dan situasi yang dijelaskan oleh Alfian, M.Pd. Selepas materi tersebut, Khusnul Fatonah, M.Pd. menjelaskan tentang manfaat seni drama bagi AMPK, konsep psikodrama, dan praktik seni peran yang meliputi olah tubuh, olah vokal, dan olah sukma (jiwa). Dalam sesi ini, tim abdimas juga mengundang praktisi (ahli keaktoran) dari Teater Keliling (Fajrin Yuristian) dan Reza Budhi (Teater Zat).

“Melalui seni drama, para peksos akan dibekali tentang bagaimana cara menggali emosi terdalam peserta didik melalui peran yang akan dibawakannya. Anak-anak nantinya akan belajar untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya, alasan munculnya konflik, kemarahan, agresi, perasaan bersalah, kesedihan, dan sebagainya. Emosi-emosi terpendam tersebut selanjutnya dihilangkan dengan membawanya ke arah kesadaran yang lebih baik,” ujar Khusnul.

Tahap kedua dari kegiatan ini berkaitan dengan seni mural termasuk pemahaman atas psikologi warna yang dijelaskan oleh Tri Wahyudi, M.Sn. menurutnya Proses seni rupa yang dilakukan tidak hanya berhenti pada kegiatan menciptakan karya. Akan tetapi, hal terpenting dalam konsep ini adalah sebuah “pendampingan” atau konseling.

Peran pekerja sosial lanjut Tri adalah sebagai konselor untuk para AMPK. Dalam kegiatan ini, konselor dapat mengarahkan aktivitas berkarya seni rupa dengan membuat objek dalam ingatan yang sesuai dengan yang anak-anak sukai dalam kehidupan yang ia jalani selama ini

Dirinya pun menambahkan bahwa selain sebagai media terapi, mural ini juga dapat memberikan kesenangan kepada AMPK. Pekerja sosial dapat mengarahkan mereka untuk membuat mural dengan media sederhana, seperti kertas atau triplek. Bahkan, anak-anak juga dapat membuat mural di tembok kamarnya masing-masing agar tidak jenuh selama di rumah saja.

Melalui objek-objek dan pemilihan warna-warna itulah para pekerja sosial dapat mengetahui emosi-emosi terpendam yang dirasakan AMPK beserta penanganannya.

“Meski kegiatan ini lebih terasa ketika dilaksanakan secara langsung, bukan berarti tidak dapat dilakukan secara daring atau jarak jauh. Misalnya mural, pekerja sosial masih dapat mengarahkan anak-anak untuk menggambar dengan media seadanya. Setelah itu, gambar atau lukisan yang dibuat anak-anak akan dianalisis dari sisi psikologi sehingga akan diketahui bagaimana karakter anak tersebut,” Alfian menambahkan.

“Tim Abdimas Universitas Esa Unggul mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak BRSAMPK Handayani Jakarta yang telah membantu terlaksananya kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini. Ketika pandemi berakhir dan kondisi kembali aman, tim Abdimas akan berkunjung kembali ke sana untuk mempraktikkannya secara langsung agar lebih bermanfaat dan jelas. Harapan ke depannya adalah kerja sama ini dapat tetap berlangsung di kemudian hari,” tutupnya.